No day without observation !!

Pranoto Mongso

29/03/2013 14:06

Pranata mangsa merupakan sebuah sistem penanggalan tentang penentuan musim yang dijadikan pedoman masyarakat tani pada zaman dulu. Pranotomongso berasal dari kata Pranoto dan Mongso. Mongso artinya musim. Pranotomongso merupakan bagian dari perhitungan Petangan Jawi yang juga menghitung baik buruk yang dilukiskan dalam lambang dan watak  suatu hari, tanggal, bulan, tahun, wuku, pranotomongso.

Dalam lintasan sejarahnya, pranatamangsa sangat akrab dengan kehidupan pertanian terutama bagi masyarakat jawa pada masa lalu, pratanamangsa telah menjadi sebuah pedoman dalam bercocok tanam jauh sebelum masuknya agama hindu. Kalender Pranotomongso ini sudah diberlakukan oleh masyarakat Jawa sebelum Hindu datang di pulau Jawa. Kemudian dibakukan oleh Sri Paku Buwono VII (raja kerajaan Surakarta) pada tahun 1855 M. Pada saat itu Raja memberi patokan bagi para petani agar mempunyai hasil panen yang baik. Ini dilakukan untuk menguatkan sistem penanggalan yang mengatur tata kerja dalam ruang dan waktu bagi masyarakat tani untuk mengikuti peredaran musim dari waktu ke waktu. Sebagaimana paparan N. Daldjoeni dalam bukunya “Penanggalan Pertanian Jawa Pratanamangsa”.

Penanggalan Pranotomongso ini didasarkan pada penanggalan Syamsiyah. Selain digunakan sebagai pedoman kaum petani, Pranotomongso juga merupakan perhitungan yang membawakan watak atau pengaruh kehidupan manusia seperti halnya perhitungan-perhitungan Jawa lain-lainnya. Dalam penanggalan masehi diketahui umur hari dalam setahun adalah sekitar 365/366 hari, dengan sistem peredaran bumi yang mengelilingi pada bidang ekliptika sebesar 23 derajat akhirnya mempengaruhi pembagian musim dalam ruang-ruang tertentu di bumi.

Kalender Pranotomongso dihitung berdasarkan perjalanan Matahari yang pada zaman dahulu digunakan oleh orang-orang di tanah Jawa sebagai patokan untuk mengetahui musim. Jumlah bulan pada kalender ini ada 12, yaitu Kaso, “Sotyo murco saking embanan” (mutiara lepas dari pengikatnya), Musim daun-daun gugur pohon-pohon jadi gundul. Karo, “Bantolo Rengko” (tanah retak), Musim tanah jadi gersang dan retak-retak. Katigo, “Suto manut ing bopo”. Musim pucuk tanaman menjalar pada rambatan. Kapat, “Waspo kumembeng jroning kalbu”. Musim sumber-sumber jadi kering. Kalimo, Pancuran emas sumawur ing jagad”. Mulai musim hujan. Kanem, “Roso mulyo kasucian”. Musim pohon-pohon mulai berbuah. Kapitu, “Wiso kenter ing maruto”. Musim bertiupnya angin yang mengandung bias (penyakit). Kawolu, “Anjrah jroning kayun”. Musim kucing kawin, padi mulai berubah, banyak uret. Kasongo,“Wedaring wono mulyo”. Musim jangkrik, gasir, gareng poung, (banyak orang bicara berlebih-lebihan). Kasepuluh, “Gedong mineb jroning kalbu”. Musim binatang-binatang hamil. Dastho, “Sotyo sinoro wedi”. Musim burung-burung menyuapi anaknya. Sodo, “Tirto sah saking sasono” (air pergi dari tempatnya). Musim dingin, orang jarang berkeringat karena teramat dingin.

Pada mulanya, Pranotomongso hanya mempunyai 10 mongso. Sesudah mongso kesepuluh tanggal 18 April, orang menunggu saat dimulainya mongso yang pertama (kasa atau kartika) yakni tanggal 22 Juni. Masa menunggu itu cukup lama, sehingga akhirnya ditetapkan sebagai mongso yang kesebelas (destha atau padawana) dan mongso yang kedua belas (sadha atau asuji). Sehingga satu tahun menjadi genap 12 mongso. Hari pertama mongso kesatu dimulai pada 22 Juni.

Dengan catatan itu dapat diketahui dalam penanggalan Pranotomongso pada bulan Desember-Januari-Pebruari adalah musim badai, hujan, banjir, dan longsor. Dan ketentuan ini mendekati dengan situasi alam zaman sekarang ini. Selanjutnya pada musim berikutnya yaitu Kawolu yang bertepatan pada tanggal 2/3 Pebruari – 1/2 Maret, adalah bulan untuk bersiap-siaga ataupun waspada menghadapi penyakit tanaman maupun wabah bagi manusia dan hewan. seperti dampak akibat terjadinya banjir, badai dan longsor. Yaitu penyakit, kelaparan dan sebagainya akan melanda di daerah tersebut. Hal itu apabila dicermati ternyata masuk akal juga. Manusia, binatang dan tanaman belum siap mempertahankan diri dari serangan hama penyakit akibat terjadinya gejala alam tersebut. Dalam keadaan lemah kuman dan penyakit sangat mudah untuk menyerang.

Sedangkan para nelayan, yang biasanya melaut sambil membaca alam dengan melihat letak bintang yang kemudian dijadikan patokan ketika mereka melaut. Masih juga diterapkan oleh nelayan di Indonesia. Mereka mengetahui pada bulan-bulan berapa saat yang baik melaut sehingga mereka bisa mendapatkan ikan banyak. Begitu pula sebaliknya, mereka juga mengetahui kapan waktu untuk tidak melaut karena berbahaya dan tidak akan menghasilkan apa-apa. Dan pada saat-saat itulah mereka gunakan waktu untuk beraktivitas yang lain, seperti memperbaiki jaring, perahu, rumah dan sebagainya.

Selama ribuan tahun nenek moyang telah menghafalkan pola musim, iklim dan fenomena alam lainnya. Sehingga mereka dapat membuat kalender tahunan bukan berdasarkan kalender Syamsiah (Masehi) atau kalender Komariah (Hijrah/lslam) tetapi berdasarkan kejadian-kejadian alam yaitu seperti musim penghujan, kemarau, musim berbunga, dan letak bintang di jagat raya, serta pengaruh bulan purnama terhadap pasang surutnya air laut, akan tetapi perlu diketahui bahwa pola perhitungan dan data-data yang digunakan dalan penentuan penanggalan tersebut adalah masih bersifat tradisional. Serta kondisi  alam sekarang ini pun berbeda dengan kondisi alam zaman dulu. Nenek moyang dulu mengambil rumus pranotomongso dengan cara melihat kebiasaan kejadian-kejadian alam pada masa itu. Dan untuk saat ini kejadian tersebut sudah tidak beraturan, dan sulit untuk dirumuskan kapan kejadian tersebut akan terjadi.

Kejadian alam untuk musim hujan pada bulan Desembaer-Januari-Februari itu bukan musim hujan yang selalu tetap dan bersifat statis. Apabila dilihat kejadian hujan di negara ini, maka akan merasa bahwa seolah-olah hujan itu turun dengan sendirinya dan susah untuk diprediksi musimnya. Padahal dulunya, musim hujan itu pada bulan Oktober sampai bulan Maret. Sedangkan musim kemarau itu dimulai dari bulan April sampai bulan September.

Namun sayang dalam perjalanannya dengan kondisi itu pranata mangsa semakin tergerus oleh perkembangan zaman. Masyarakat terutama para petani sudah perlahan mulai menanggalkan sistem waktu dalam bertani ini.  (dari:https://jakarta45.wordpress.com)

                   

                   PRANOTO MONGSO BERDASARKAN PERHITUNGAN KALENDER JAWA KUNO

mgs

Contact

UPTD BPTP Wonocatur - Dinas Pertanian DIY

uptdbptp@yahoo.com

Jalan Pertanian 385 Wonocatur - Yogyakarta 55198

www.bptpwonocatur.webnode.com

Telp/Fax : 0274-582839

Search site

© 2012 All rights reserved by : mas NO2 - UPTD BPTP Wonocatur

Make a website for freeWebnode